Jumat, 05 Agustus 2016

Cerpen Islami - Aku, Sebaik-baik Perempuan


Malam semakin larut. Hawa dinginnya menusuk, merasuk,menembus hingga sumsum tulang. Manusia terlelap dalam mimpi panjang mereka. Hanya irama jangkrik yang tak henti-hentinya menghiasi kesunyian malam ini. Mataku enggan untuk terlelap. Seakan ia berkata "marilah begadang". Tapi tubuhku yang begitu lelah dan letih setelah seharian aku gunakan untuk segala aktifitas, mengajakku untuk menikmati perjalanan ke alam mimpi.Entah kenapa. Aku tak mengerti. Tak seperti biasanya mataku sulit untuk di ajak kompromi. Berkali-kali aku berusaha tuk pejamkan
mata ini, tapi selalu tak bisa.
Aku bangkit dari ranjang, menghidupkan lampu. Aku duduk di depan meja belajarku yang penuh dengan buku bacaan islami, semuanya tertata rapi. Aku banyak membeli buku dari uang saku yang abi berikan kepadaku. Sudah menjadi hobi dan keharusanku untuk selalu membaca. Entah itu kitab karangan ulama', novel, majalah bahkan koranpun aku selalu semangat untuk membacanya. Karena dengan membaca akan terbuka pintu menuju dunia baru. Dan juga membaca adalah perintah Allah yang pertama turun kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

****

Ku ambil diariku dan kubaca sambil berbaring di atas ranjang tempat tidurku. Aku mencermati setiap goresan tinta hasil tulisan tanganku. Senang, sedih, galau dan semua perasaan hatiku dari kehidupan
sehari-hariku terlukis jelas di sana. Sesekali aku tersenyum geli dan kadang melamun sendiri. Terlebih ketika kubaca catatan akhir-akhir ini. Kebanyakan berisi curhatku tentang kapan aku menikah. Kini aku sadar bahwa usiaku sudah tak muda lagi, 23 tahun. Bagi seorang wanita, di usia itu harusnya telah mulai mengarungi lautan kehidupan berumah tangga. Tapi sampai sekarang aku tak juga mempunyai seorang pendamping hidup, seorang imam yang membawaku kepada ridho Allah dan RosulNya.
Entah kapan aku akan memulai kehidupan baru itu. Aku berdo'a kepada Allah agar mengabulkan semua hajatku. Aku terus membaca hingga tak terasa aku terlelap dalam tidurku.

****

"nisa', nisa'. Bangun. Udah jam 3 waktunya tahajjud."
Sayup-sayup aku mendengar abiku memangil namaku. Membangunkan aku dari mimpi indahku.
Ya, namaku nisa'. Lengkapnya khoirunnisa'. Nama yang indah dan penuh makna. Aku tak tahu mengapa abiku memberi nama untukku dengan khoirunnisa', bukan khodijah seperti nama istri Nabi yang selalu mendukung dakwah Nabi dengan semua yang beliau miliki. Atau fathimah seperti putri Nabi tercinta yang kelak di hari kiamat menjadi pemimpin wanita seluruh alam. Tapi aku yakin abiku memberi nama "khoirunnisa'" tidak lain adalah supaya diriku menjadi orang yang seperti namaku,
sebaik-baik perempuan.
"ayo cepetan bangun. Kita bertahajjud berjama'ah".
" marhaban abi," jawabku dengan nada lemas menahan kantuk. Sudah menjadi aktifitas setiap hariku sebelum memulai aktifitas yang lain untuk bertahajjud di saat orang-orang masih terlelap tidur, meskipun aku harus di bangunkan oleh abiku. Jika tidak ada abiku, ketika beliau bepergian, aku sering telat untuk sholat tahajjud, bahkan  tak jarang aku bangun ketika subuh berkumandang.
Selesai bertahajjud abiku selalu mengajak aku, umiku dan adik-adikku untuk bertadarus alqur'an bersama sambil menunggu subuh tiba.

****

Tanggal 17 agustus adalah tanggal paling sakral bagi semua orang indonesia. Tanggal dimana indonesia merdeka. Tanggal di mana ir.Soekarno mengumandangkan proklamasi kemerdekaan indonesia. Sehingga setiap tanggal ini orang indonesia mengadakan berbagai kegiatan guna
menyemarakkan HUT Republik indonesia. Biasanya mereka mengadakan upacara bersama dalam satu lapangan, kemudian diteruskan dengan karnaval melewati rute yang telah ditentukan dengan berbagai pakaian dan asesoris-asesoris yang telah dimodif berbagai rupa. Orang-orang yang tak mengikuti karnaval, seperti diriku, tak mau ketinggalan momen tahunan ini untuk sekedar menyaksikan jalannya acara ini. Aku keluar rumah, melihat langsung.
Sebenarnya abi dan umiku melarang aku keluar rumah kecuali jika bersama salah satu dari mereka. Itupun aku harus mengenakan cadar. Orangtuaku begitu menjaga diriku agar tak membuat fitnah. Mereka sangat paham tentang agama islam karena semasa muda, abi dan umiku menempuh pendidikan di pondok pesantren. Aku bangga dan bersyukur memiliki  orangtua yang demikian meskipun keluargaku termasuk keluarga yang sederhana.
Aku menyaksikan karnaval dengan sangat gembira. Setelah sekian lama aku tak bisa keluar rumah sendiri, akhirnya hari ini aku bias menghidup udara segar. Tapi meskipun demikian, aku tak berani keluar jauh dari rumahku. Takut abiku tahu. Aku hanya berdiri di depan gerbang rumahku yang letaknya langsung berada di pinggir jalan dimana karnaval berada.
"nisa', nisa'" terdengar suara seorang laki-laki memanggil namaku. Aku hafal benar suara itu. Ya. Itu suara abiku. Aku mencari asal suara, menoleh kesana kemari. Aku melihat kerumahku, ternyata abiku berdiri disana.
"nisa', masuk." pinta abiku dengan nada sangat marah.
Aku tak tahu kalau dari tadi abiku berada di rumah. Padahal sebelum aku keluar rumah, kuperhatikan abiku tidak ada di rumah. Aku beranjak dari tempatku berdiri, melangkah menuju rumah dengan
perasaan sangat sangat takut. Aku yakin abiku akan sangat marah padaku.

****

"duduk" perintah abiku tatkala aku memasuki rumah. Aku menurut kata abiku. Aku tahu abiku sangat marah padaku. Aku tak berani memandang wajah beliau. Aku hanya menunduk penuh rasa penyesalan dan takut.
" bukankah abi sudah bilang. Jangan pernah keluar tanpa abi atau umi. Apa kamu mau buat abi malu di depan orang-orang dengan kelakuanmu?! Apa kamu mau membuat fitnah di keluarga kita?! Mau jadi apa kamu ini?! Apa kamu tidak patuh dengan kata-kata abi lagi?!"
Aku mendengarkan setiap yang abiku ucapkan. Aku sangat takut. Ya, sangat takut. Aku hanya diam dan tanpa terasa airmataku deras mengalir membasahi pipiku.
Hampir setengah jam lebih abiku memarahi aku. Untungnya adzan dhuhur segera berkumandang. Karena sudah menjadi istiqomah abiku, mendengar adzan dikumandangkan langsung bergegas menuju masjid guna sholat berjama'ah, akhirnya abiku mengakhiri nasehatnya kepadaku.
" ingatlah, atthoyibatu litthoyyibin. Kalimat itu harus tertancap dalam hatimu. Jangan pernah keluar rumah jika tak bersama abi atau umi."

****

Seberangkatnya abiku ke masjid, aku langsung menuju kamar. Aku masih menangis tersedu-sedu meratapi kesalahanku barusan. Hari ini aku menjadi orang yang durhaka kepada orang tuaku, tidak mau menurut kata-kata mereka. Dalam hati, aku berkata" maafkan nisa abi. Nisa telah membuat abi marah. Nisa berjanji tidak akan mengulangi lagi".
" tok tok tok" terdengar suara pintu kamar di ketuk.
"siapa?" tanyaku
" umi nisa'. Boleh umi masuk?"
" tafoddol umi, masuk aja. Gak nisa kunci kok pintunya"
Umiku masuk kamarku dan duduk di sampingku. Akupun langsung memeluk umi.
"umi. Maafkan nisa. Gara-gara nisa nggak nurut kata-kata abi, abi marah ke nisa. Nisa janji nggak bakalan ngulangi lagi. Maafkan nisa."
"iya iya. Umi maafkan nisa. Umi tau perasaan nisa. Umi juga pernah muda kaya kamu. Dulu umi juga merasa bosan hidup terkurung dalam rumah. Tapi mau gimana lagi. Itulah kodrat seorang wanita.
Islam begitu memuliakan seorang wanita. Dulu sebelum islam datang, di jaman jahiliyah wanita hanya pemuas nafsu laki-laki. Tapi ketika islam datang. Wanita begitu dimuliakan".
Umiku bercerita panjang lebar tentang kisah-kisah wanita di jaman jahiliyah dan setelah datangnya islam. Pengetahuan beliau begitu luas, aku terkagum-kagum karenanya.
"yuk, sholat dhuhur dulu berjama'ah. Ntar umi ceritakan lagi"
Aku mengangguk dan beranjak menuju kamar mandi.

****

Terdengar oleh gendang telingaku abi dan umiku sedang berdiskusi di ruang tengah. Yang aku dengar mereka sedang membahas pernikahan. Aku mencoba untuk mencuri dengar, bersembunyi di balik pintu.
" abi, kita punya tugas yang sangat penting. Nisa, anak kita udah waktunya punya pendamping hidup. Umi kasihan sama nisa. Dari dulu setiap ada orang yang hendak melamar nisa pasti abi menolak. Apa abi nggak kasihan sama nisa?" ucap umiku.
"bukan abi nggak kasihan, abi sangat sayang sama nisa. Tapi abi sudah punya calon buat nisa. Dia lulusan hadramaut. Enam bulan yang lalu dia tiba di indonesia. Sekarang dia sudah punya pondok pesantren sendiri. Dia salah satu murid ust Taufiq assegaf. Insyaallah dalam waktu dekat
dia akan kemari, bersama keluarganya untuk meminang nisa."
Hampir saja aku menangis mendengar ucapan abiku. Aku sangat bahagia. Akhirnya hari itu akan segera tiba. Aku segera bangkit, berlali menuju kamarku. Ku ambil diariku dan ku tulis di sana:
 Wahai orang yang akan menemani kehidupanku
Aku berharap...
Jika nanti Allah mempertemukan kita.
Kau akan selalu membimbingku,,
Agar aku menjadi Isteri Sholehah.
Yang nantinya akan menjadi bidadarimu di surga.
 Kerana aku ingin kita akan disatukan di dunia dan akhirat.
Andai kau ditakdirkan untuk menjadi ayah buat anak-anakku..
 Jadilah ayah yang bisa mendidik anak-anak kita,
Agar mereka nanti menjadi anak kebanggaan buat kita di dunia dan akhirat.
Yaitu anak yang soleh dan solehah..
Yang bisa menjunjung tinggi Agama Allah..
Andai engkau ditakdirkan untukku..
Kuharap kau bisa menjadi imam buatku dan anak-anakku.
Kau bisa menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangga kita.
Kau bisa mencintai aku apa adanya. Dan bisa menyikapi kekuranganku dengan penuh kebijaksanaan.
Dan andai aku salah,,
Tegurlah aku dengan kata2mu yang penuh dengan kelembutan dan kebijaksanaan.

Andai aku marah,,
Belailah rambutku dengan penuh kasih sayangmu..
Agar marahku bisa berubah menjadi kelembutan..
Andai aku lupa..
Ingatkanlah aku dengan penuh kasih sayang..
Agar nanti kau tetap menjadi suri tauladan bagiku dan anak-anak kita..
Karena....
Aku hanya mengharapkan dirimu menjadi Imam yang baik dalam rumah tangga kita.
Yang bisa selalu membawa aku ke jalan yang diredhai_Nya. Jalan yang menuju surga_Nya bersama dirimu. InsyaAllah..
Amin