Jumat, 03 Februari 2017

Diam Sejenak Dalam Shalat






(فَصْلٌ) سَكْتَاتُ الصَّلَاةِ سِتَّةٌ : بَيْنَ تَكْبِيْرَةِ الْإِحْرَامِ وَدُعَاءِ الإِفْتِتَاحِ وَالتَّعَوُّذِ، وَبَيْنَ الْفَاتِحَةِ وَالتَّعَوُّذِ، وَبَيْنَ آخِرِ الْفَاتِحَةِ وَآمِيْن ، وَبَيْنَ آمِيْن وَالسُّوْرَةِ ، وَبَيْنَ السُّوْرَةِ وَالرُّكُوْعِ .

Diam-diam dalam shalat ada 6, yaitu:
1.      Antara takbiratul ihram dan doa iftitah.
2.      Antara doa iftitah dan ta’awwud.
3.      Antara Al-Fatihah dan ta’awwud.
4.      Antara akhir Al-Fatihah dan Amin.
5.      Antara amin dan surat.
6.      Antara surat dan ruku’.
Pembahasan
Dalam bab sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam shalat terdapat rukun dan sunnah. Sunnah dalam shalat terbagi menjadi dua, yaitu sunnah ab’ad dan sunnah haiah. Pada bab ini akan membahas sedikit daripada sunnah haiah dalam shalat.
Dalam shalat disunnahkan untuk diam sejenak seukuran bacaan subhanallah dalam 6 tempat, yaitu:
1.      Antara takbiratul ihram dan doa iftitah.
Setelah seorang mengucapkan takbiratul ihram, maka disunnahkan untuk diam seukuran bacaan subahallah sebelum membaca doa iftitah. Banyak sekali riwayat hadist yang menyebutkan tentang doa iftitah tetapi bacaan doa iftitah yang paling umum dipakai adalah sebagai berikut:
اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَ الْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَ سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ اَصِيْلًا إِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَ الْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَ مَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلَاتِي وَ نُسُكِيْ وَ مَحْيَايَ وَ مَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ بِذَلِكَ أُمِرْتُ وَ اَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Allah maha besar, segala puji bagi Allah (dengan pujian) yang banyak dan maha suci Allah pagi dan malam hari. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit-langit dan bumi …… dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibdahku, hidup dan matiku adalah hanya karena Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada sekutu bagiNYA dan dengan itulah aku diperintahkan dan diriku adalah termasuk orang-orang muslim.”
Tambahan
Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi agar disunnahkan membaca do’a iftitah. Sehingga jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka tidak disunnahkan untuk membaca do’a iftitah. Aapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Shalat yang dikerjakan bukanlah shalat jenazah
Dalam shalat jenazah tidak disunnahkan untuk membaca do’a iftitah. Doa iftitah hanya disunnahkan dalam shalat selain shalat jenazah, seperti dalam shalat fardhu ataupun shalat sunnah.
b.      Tidak dikhawatirkan keluarnya waktu shalat.
Jika waktu shalat hanya cukup untuk mengerjakan satu rakaat, maka tidak disunnahkan untuk membaca doa iftitah.
c.       Seorang makmum tidak khawatir akan kehilangan sebagian bacaan Al-Fatihah bersama imam.
Jika makmum akan khawatir kehilangan Al-Fatihah bersama imam, maka tidak disunnahkan untuk membaca do’a iftitah. Akan tetapi bersegera untuk membaca Al-Fatihah.
d.      Mendapati imam masih dalam keadaan berdiri.
Jika makmum telah mendapati imam sedang rukuk atau i’tidal, maka tidak disunnahkan lagi untuk membaca do’a iftitah bagi makmum.
e.       Belum membaca ta’awud atau membaca Al-Fatihah.
Jika telah mengucapkan ta’awud atau langsung membaca Al-Fatihah setelah takbiratul ihram, maka tidak lagi disunnahkan untuk membaca do’a iftitah.
2.      Antara doa iftitah dan ta’awwud.
Setelah membaca doa iftitah diatas maka disunnahkan untuk diam seukuran bacaan subhanallah sebelum membaca ta’awud ketika hendak membaca surah Al-Fatihah. Ta’awud adalah mengucapkan kalimat (اعوذ بالله من الشيطان الرجيم). Bacaan ta’awud ini disunnahkan disetiap rakaat ketika hendak membaca surah Al-Fatihah dan disunnahkan untuk tidak mengeraskan bacaan ta’awud.
Kesunnahkan bacaan ta’awud ini hilang jika telah memulai membaca Al-Fatihah. Sehingga jika telah mulai membaca Al-Fatihah tanpa diawali bacaan ta’awud, maka tidak disunnahkan lagi untuk membaca ta’awud.
3.      Antara Al-Fatihah dan ta’awwud
Setelah membaca ta’awud, sebelum membaca Al-Fatihah, maka disunnahkan juga untuk diam seukuran bacaan subhanallah.
4.      Antara akhir Al-Fatihah dan Amin
Disunnahkan untuk diam eukuran bacaan subhanallah di akhir Al-Fatihah (yaitu الضالين)  sebelum mengucapkan ‘amin’.
Disunnahkan untuk mengucapkan (رب اغفر لي) setelah mengucapkan akhir Al-Fatihah, sebelum mengucapkan ‘amin sebagaimana disebutkan dalam hadist bahwa Nabi Muhammad SAW mengucapkan kalimat tersebut.
Arti kata ‘آمين’ adalah Ya Allah, kabulkanlah do’a kami. Disunnahkan bagi makmum untuk mengucapkan ‘amin’ bersama imam.
5.      Antara amin dan surah
Setelah mengucapkan ‘amin’ sebelum memulai bacaan surah, maka juga disunnahkan untuk diam. Bacaan surah disunnahkan bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Tidak disunnahkan bagi makmum untuk membaca surah kecuali jika tidak mendengar bacaan imam.
Membaca satu surah secara sempurna lebih utama daripada membaca sebagian surah meskipun sebagian surah tersebut lebih panjang daripada surah yang dibaca secara sempurna.
6.      Antara surat dan ruku’
Sebelum ruku’ maka disunnahkan untuk diam sejenak setelah membaca surah.


Wallahu a’lam.

Kamis, 02 Februari 2017

Waktu-waktu Diharamkan Shalat




(فَصْلٌ ) تَحْرُمُ الصَّلَاةُ الَّتِي لَيْسَ لَهَا سَبَبٌ مُتَقَدِّمٌ وَلَا مُقَارِنٌ فِي خَمْسَةِ أَوْقَاتٍ : عِنْدَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ حَتَّى تَرْتَفِعَ  قَدْرَ رُمْحٍ وَ عِنْدَ اْلإِسْتِوَاءِ فِي غَيْرِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ حَتَّى تَزُوْلَ ، وَ عِنْدَ الْإِصْفِرَارِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ .

Haram shalat yang bukan termasuk shalat yang memiliki sebab terdahulu atau sebab yang bersamaan dalam lima waktu, yaitu:

1.      Ketika munculnya matahari, sampai matahari terangkat seukuran satu tombak.

2.      Ketika waktu istiwa’ selain hari jumat sampai matahari tergelincir.

3.      Ketika langit telah kekuning-kuningan sampai matahari tenggelam.

4.      Setelah (mengerjakan) shalat Subuh sampai matahari muncul.

5.      Setalah (mengerjakan) shalat Ashar sampai matahari tenggelam.

Pembahasan

Shalat tidak hanya terbatas shalat fardhu lima waktu saja. Lebih dari itu, shalat terbagi menjadi shalat fardhu dan shalat sunnah. Shalat fardhu mencakup shalat fardhu lima waktu, shalat yang dinadzari dan beberapa shalat lainnya. Shalat sunnah mencakup berbagai macam shalat sunnah. Diantara sekian banyak shalat sunnah, ada yang memiliki waktu-waktu tertentu dalam pengerjaannya, ada juga shalat yang boleh dikerjakan dalam setiap waktu. Hanya saja ada beberapa shalat yang dilarang untuk dikerjakan dalam waktu-waktu tertentu.

Adapun waktu-waktu diharamkan shalat adalah sebagai berikut:

1.      Ketika munculnya matahari, sampai matahari terangkat seukuran satu tombak.

Ketika matahari terbit maka diharamkan untuk mengerjakan shalat. Dan keharaman ini berlangsung hingga matahari terangkat seukuran tombak, yaitu sekitar 16 menit dari waktu terbitnya matahari. Artinya ketika matahari terbit sampai 16 menit kemudian, tidak diperbolehkan untuk mengerjakan shalat. Jika telah berlalu 16 menit dari terbitnya matahari maka boleh mengerjakan shalat.

2.      Ketika waktu istiwa’ selain hari jumat sampai matahari tergelincir.

Diharamkan mengerjakan shalat ketika istiwa’, yaitu ketika matahari tepat di tengah-tengah langit sampai matahari tergelincir atau condong di arah barat. Namun waktu istiwa’ ini sangat singkat sekali. Sehingga tidak mungkin mengerjakan shalat secara sempurna di waktu ini. Hanya saja haram yang dimaksud adalah memulai pengerjaan shalat, yaitu dengan takbiratul ihram, ketika waktu istiwa’. Sehingga jika ada seseorang mengucapkan takbiratul ihram ketika istiwa’, maka shalatnya haram dan tidak sah.

Haram shalat di waktu istiwa’ ini tidak berlaku untuk hari Jumat. Sehingga jika melaksanakan shalat di hari Jumat ketika istiwa’ maka shalatnya tetap sah dan tidak terkena dosa.

3.      Ketika matahari telah menguning sampai matahari tenggelam.

Sebelum matahari tenggelam, maka akan tampak matahari berwarna kekuning-kuningan. Ketika matahari telah berada dalam posisi tersebut maka diharamkan untuk shalat.

Keharaman shalat ini berlaku sampai matahari tenggelam dan berlaku juga meskipun kepada orang yang belum mengerjakan shalat Ashar.

4.      Setelah (mengerjakan) shalat Subuh sampai matahari muncul.

Bagi seorang yang telah mengerjakan shalat Subuh, maka diharamkan untuk mengerjakan shalat meskipun matahari belum terbit. Dan keharaman ini hilang ketika matahari telah terbit.

5.      Setalah (mengerjakan) shalat Ashar sampai matahari tenggelam.

Selain diaramkan shalat setelah mengerjakan shalat Subuh, diharamkan juga mengerjakan shalat setelah mengerjakan shalat Ashar. Dan keharaman ini hilang setelah matahari tenggelam. Kedua hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

لَا تُصَلُّوْا بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَ لَا بَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيْبَ الشَّمْسُ

“Janganlah kalian shalat setelah (mengerjakan) shalat Subuh sampai matahari terangkat dan (janganlah kalian shalat) setelah mengerjakan shalatAshar sampai matahari tenggelam.”

Kelima waktu tersebut haram untuk mengerjakan shalat di dalamnya. Namun tidak semua shalat diharamkan untuk dikerjakan dalam waktu-waktu tersebut. Shalat-shalat yang haram dikerjakan di waktu tersebut adalah shalat yang tidak memiliki sebab tertentu untuk mengerjakannya, seperti shalat sunnah Mutlak, atau shalat yang memiliki sebab muta-akhir (shalat yang dikerjakan sedang sebab disunnahkannya shalat tersebut adalah perkara setelah shalat), seperti shalat sunnah Ihram.

Shalat sunnah Mutlak dikerjakan bukan karena sebab apapun. Shalat sunnah Mutlak boleh dikerjakan kapanpun selain dalam 5 waktu diatas. Sedang shalat sunnah Ihram adalah termasuk shalat karena sebab muta-akhir, karena shalat sunnah Ihram ini disunnahkan sebelum masuk ihram (niat masuk ibadah haji atau umroh).

Adapun shalat yang memiliki sebab mutaqaddim (shalat yang dikerjakan karena sebab yang telah terjadi), seperti shalat yang dinadzari, shalat sunnah Tahiyatul masjid dll atau shalat yang sebab pelaksanaannya bersamaan dengan shalat tersebut, seperti shalat sunnah gerhana, maka shalat-shalat tersebut tidak diharamkan untuk dikerjakan di waktu-waktu diatas.

Tambahan

Kelima waktu ini berlaku di selain tanah haram Makah. Artinya di tanah haram makah tidak diharamkan untuk mengerjakan shalat apapun dalam waktu-waktu tersebut.

Kesimpulan

Dari penjelasan waktu-waktu diharamkan shalat diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa 3 waktu tersebut berhubungan dengan zaman dan 2 waktu yang lainnya berhubungan dengan pengerjaan shalat.

Adapun 3 waktu yang berhubungan dengan zaman yaitu ketika munculnya matahari, ketika istiwa’ dan ketika matahari telah menguning.

Sedang 2 waktu yang berhubungan dengan pengerjaan shalat adalah setelah mengerjakan shalat subuh dan shalat Ashar. Artinya ketika seseorang telah mengerjakan shalat Subuh maka tidak diperbolehkan untuk mengerjakan shalat meskipun matahari belum terbit. Begitu jika seorang telah mengerjakan shalat Ashar, maka tidak diperbolehkan untuk mengerjakan shalat meskipun matahari belum menguning atau tenggelam.



Wallahu a’lam.