Senin, 15 Juni 2015

Safinah - bag 30: Syarat Al-Fatihah



(فَصْلٌ ) شُرُوْطُ الْفَاتِحَةِ عَشَرَةٌ : التَّرْتِيْبُ وَ الْمُوَالَاةُ وَ مُرَاعَاةُ حُرُوْفِهَا وَ مُرَاعَاةُ تَشْدِيْدَاتِهَا وَ أَنْ لَا يَسْكُتَ سَكْتَةً طَوِيْلَةً وَ لَا قَصِيْرَةً يَقْصِدُ قَطْعَ الْقِرَاءَةِ وَ قِرَاءَةُ كُلِّ آيَاتِهَا وَ مِنْهَا الْبَسْمَلَةُ وَ عَدَمُ اللَّحْنِ الْمُخِلِّ بِالْمَعْنَى وَ أَنْ تَكُوْنَ حَالَةَ الْقِيَامِ فِي الْفَرْضِ وَ أَنْ يُسْمِعَ نَفْسَهُ الْقِرَاءَةَ وَ أَنْ لَا يَتَخَلَّلَهَا ذِكْرٌ أَجْنَبِيٌّ .
Syarat-syarat (membaca) Al-Fatihah ada 10, yaitu: 
1.      Tertib. 
2.      Terus-menerus. 
3.      Memperhatikan huruf-huruf Al-Fatihah. 
4.      Memperhatikan tasydid-tasydid Al-Fatihah. 
5.      Hendaknya tidak diam dengan diam lama atau sebentar yang bertujuan memutus bacaan Al-Fatihah. 
6.      Membaca semua ayat-ayat Al-Fatihah, diantaranya adalah basmalah. 
7.      Tidak adanya lahn yang merusak makna. 
8.      Hendaknya (membacanya) ketika dalam keadaan berdiri di dalam shalat fardhu. 
9.      Hendaknya memperdengarkan dirinya bacaan Al-Fatihah. 
10.  Hendaknya tidak menyela-nyelai Al-Fatihah dengan dzikir yang lain.


Pembahasan

Al-Fatihah adalah salah satu rukun dari rukun-rukun shalat sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya. Shalat tidak sah tanpa membaca Al-Fatihah, sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
لَا تُجْزِئُ صَلَاةٌ لَا يُقْرَأُ فِيْهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidaklah cukup shalat yang tidak dibaca didalamnya pembuka Alquran (Al-fatihah).”
Ada beberapa syarat dalam membaca Al-Fatihah. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi maka shalat yang dikerjakan tidak sah. Adapun syarat-syarat Al-Fatihah ada 10, yaitu: 

1.      Tertib
Dalam membaca Al-Fatihah diharuskan untuk tertib atau berurutan antara ayat-ayatnya. Tidak diperbolehkan untuk membaca Al-Fatihah secara acak. Jika membaca Al-Fatihah secara acak tetapi tidak merubah makna atau arti yang terkandung di dalamnya maka shalatnya tetap sah, tetapi bacaannya tidak sah, sehingga wajib mengulangi membaca Al-Fatihah secara berurutan.
Jika membaca Al-Fatihah secara acak dan merubah makna atau arti yang terkandung di dalamnya, maka shalatnya batal. 

2.      Terus-menerus
Tidak boleh memisah bacaan di dalam Al-Fatihah dengan apapun yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Jika dalam membaca Al-Fatihah dipisah atau disela-selai dengan sesuatu, seperti dzikir yang tidak ada hubungannya dengan shalat meskipun di luar shalat disunnahkan, seperti mengucapkan hamdalah bagi orang yang bersin, maka bacaan Al-Fatihahnya tidak sah tetapi shalatnya tetap sah. Sehingga wajib mengulangi bacaan Al-Fatihah secara terus-menerus tanpa pemisah.
Adapun pemisah di dalam Al-Fatihah yang berhibungan dengan shalat seperti mengucapkan amin bersama imam atau sujud tilawah, maka tidak dianggap memutus bacaan Al-Fatihah. Sehingga hanya perlu melanjutkan bacaan Al-Fatihahnya tidak perlu mengulang kembali. 

3.      Memperhatikan huruf-huruf Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah harus memperhatikan semua huruf-hurufnya. Jika salah satu huruf dari Al-Fatihah tidak dibaca maka harus mengulangi ayat yang salah satu hurufnya tidak terbaca dan mengulangi ayat setelahnya. Namun hal ini berlaku jika sebelum rukuk atau jarak yang lama, jika setelah rukuk atau jarak yang lama tetapi tidak mengulangi bacaan Al-Fatihahnya, maka shalatnya batal.
Begitu juga tidak diperbolehkan untuk merubah salah satu huruf dari Al-Fatihah. 

Tambahan 
a.       Huruf-huruf dalam Al-Fatihah berjumlah 155 huruf jika lafadz ‘مَلِكِ’ dibaca pendek, jika dibaca panjang menjadi ‘مَالِكِ’ maka jumlah huruf dalam Al-Fatihah ada 156 huruf. 
b.      Ulama memperbolehkan membaca ‘مَالِكِ’ dengan dibaca panjang dan dibaca pendek. Sedang dalam surat An-Naas maka ulama sepakat bahwa wajib untuk membaca pendek lafadz ‘مَلِكِ’. 

4.      Memperhatikan tasydi-tasydid Al-Fatihah
Tidak hanya memperhatikan huruf-huruf Al-Fatihah dalam membacanya. Diharuskan juga untuk memperhatikan semua tasydid-tasydid dalam Al-Fatihah. Sehingga jika tidak mentasydid bacaan yang seharusnya di-tasydid, maka bacaannya tidak dianggap dan wajib mengulangi bacaannya dengan ber-tasydid.
Jika sebaliknya, men-tasydid bacaan yang tidak di-tasydid, maka jika merubah makna dan melakukan secara sengaja dan tahu hukumnya bahwa membaca dengan demikian tidak diperbolehkan, maka shalatnya batal.
Jika tidak merubah makna bacaan dalam Al-Fatihah atau dilakukan tanpa kesengajaan, maka shalatnya tetap sah. 

5.      Hendaknya tidak diam dengan diam lama atau sebentar yang bertujuan memutus bacaan Al-Fatihah
Artinya tidak diperbolehkan berhenti ketika membaca Al-Fatihah. Baik berhenti atau diam dalam waktu yang lama atau berhenti sebentar dengan niatan atau tujuan memutus bacaan Al-fatihah. Syarat ini sama dengan syarat sebelumnya. Berhenti dalam waktu yang lama yaitu seukuran melebihi berhenti untuk mengambil nafas dan berhenti sebentar yaitu seukuran waktu yang kurang untuk mengambil nafas.
Jika berhenti dalam waktu lama atau sebentar tetapi dengan tujuan memutus bacaan Al-Fatihah, maka wajib mengulangi bacaan Al-Fatihah. 

6.      Membaca semua ayat-ayat Al-Fatihah, diantaranya adalah basmalah
Semua ayat di dalam Al-Fatihah wajib dibaca. Termasuk yang wajib dibaca adalah basmalah. Basmalah termasuk ayat dari Al-Fatihah, sehingga wajib dibaca ketika membaca Al-Fatihah. Dalam hadist Rasulullah bersabda:
إِذَا قَرَأْتُمُ الْحَمْدَ لِلهِ فَاقْرَؤُوْا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“Jika kalian membaca Alhamdulillah (Al-Fatihah) maka bacalah bismillahirrahmanirrahim. Sesungguhnya Al-Fatihah adalah induk Alquran, induk Alquran, assab’ul matsani, dan bismillahirrahmanirrahim adalah salah satu ayat Al-Fatihah.”
Membaca basmalah disunnahkan di setiap awal surat dalam Alquran kecuali surat At-Taubah. Adapun membaca basmalah di awal surat At-Taubah maka hukumnya haram dan membaca basmalah di tengah surat At-Taubah hukumnya makruh. Tetapi sebagaian ulamak berpendapat bahwa membaca basmalah di awal surat At-Taubah hukumnya makruh dan membaca basmalah di tengah surat At-Taubah hukumnya sunnah. 

7.      Tidak adanya kekeliruan bacaan yang merusak makna
Ketika membaca Al-Fatihah tidak diperbolehkan ada kekeliruan dalam membaca Al-Fatihah sekiranya bisa merusak makna atau arti yang terkandung dalam Al-Fatihah. Jika membaca Al-Fatihah dengan merusak bacaan; merusak huruf atau harakat yang merubah makna, maka shalatnya batal.
Contohnya adalah ketika merubah harakat ta’ dalam lafadz ‘أَنْعَمْتَ’ menjadi fathah, sehingga dibaca ‘أَنْعَمْتُ’ atau merubah mim lafadz ‘المُسْتًقِيْمَ’ menjadi nun, sehingga menjadi ‘المُسْتَقِيْنَ’.
Adapun kekeliruan yang tidak merusak makna seperti mendhommah ha’ lafadz ‘الحَمْدُ لِلّهُ’, men-fathah dal lafadz ‘نعبد’ maka tidak merusak makna dan tetap sah bacaan Al-Fatihah. 

8.      Hendaknya (membacanya) ketika dalam keadaan berdiri di dalam shalat fardhu
Ketika membaca sebagian dari ayat Al-Fatihah bersamaan waktu ketika bergerak untuk rukuk atau ketika sedang bangkit untuk berdiri, maka bacaan Al-Fatihahnya tidak sah. Sehingga wajib membaca Al-Fatihah ketika telah tegak berdiri dalam shalat fardhu. 

9.      Hendaknya memperdengarkan dirinya bacaan Al-Fatihah
Sebagaimana pembahasan dalam syarat takbiratul ihram disyaratkan harus memperdengarkan semua huruf-hurufnya, minimal didengarkan dirinya sendiri, begitu juga disyaratkan dalam membaca Al-Fatihah untuk memperdengarkan dirinya semua huruf-huruf dalam Al-Fatihah. Hal ini dikarenakan Al-Fatihah adalah termasuk rukun qouli. Dan syarat untuk setiap rukun qouli adalah memperdengarkan dirinya sendiri semua huruf-huruf dari rukun qouli tersebut. 

10.  Hendaknya tidak menyela-nyelai Al-Fatihah dengan dzikir yang lain
Yang dimaksud dzikir yang lain adalah dzikir yang tidak dianjurkan untuk dibaca karena kemaslahatan shalat. Artinya ketika membaca Al-Fatihah tidak diperkenankan menyela-nyelainya dengan dzikir yang lain yang tidak ada hubungannya dengan kemaslahatan shalat. Syarat ini telah dibahas dalam syarat nomer dua.

و الله أعلم

7 komentar: