(فَصْلٌ) شُرُوْطُ تَكْبِيْرَةِ
الْإِحْرَامِ سِتَّةَ عَشَرَةَ: أَنْ تَقَعَ
حَالَةَ الْقِيَامِ فِي الْفَرْضِ وَ أَنْ تَكُوْنَ بِالْعَرَبِيَّةِ وَ أَنْ
تَكُوْنَ بِلَفْظِ الْجَلَالَةِ وَ بِلَفْظِ أَكْبَرُ وَ التَّرْتِيْبُ بَيْنَ اللَّفْظَتَيْنِ
وَ أَنْ لَا يَمُدَّ هَمْزَةَ الْجَلَالَةِ وَ عَدَمُ مَدِّ بَاءِ أَكْبَرُ وَ أَنْ
لَا يُشَدِّدَ الْبَاءَ وَ أَنْ لَا يَزِيْدَ
وَاوًا سَاكِنَةً أَوْ مُتَحَرِّكَةً بَيْنَ الْكَلِمَتَيْنِ ، وَ أَنْ لَا يَزِيْدَ وَاوًا قَبْلَ الْجَلَالَةِ
وَ أَنْ لَا يَقِفَ بَيْنَ كَلِمَتَيِ التَّكْبِيْرِ وَقْفَةً طَوِيْلَةً وَ لَا قَصِيْرَةً
، وَ أَنْ يُسْمِعَ نَفْسَهُ جَمِيْعَ حُرُوْفِهَا وَ دُخُوْلُ الْوَقْتِ فِي الْمُؤَقَّتِ
وَ إِيْقَاعُهَا حَالَ الْإِسْتِقْبَالِ وَ أَنْ لَا يُخِلَّ بِحَرْفٍ مِنْ حُرُوْفِهَا
وَ تَأْخِيْرُ تَكْبِيْرَةِ الْمَأْمُوْمِ عَنْ تَكْبِيْرَةِ الْإِمَامِ.
Syarat-syarat takbirautl ihram ada 16, yaitu:
1. Hendaknya terjadi (dikerjakan) ketika dalam keadaan berdiri di dalam shalat fardhu.
2. Hendaknya dengan bahasa arab.
3. Hendaknya dengan lafadz jalalah (الله).
4. (Hendaknya) dengan lafadz ‘Akbar’ (أكبر).
5. Tertib antara dua lafadz (takbir).
6. Hendaknya tidak memanjangkan hamzah lafadz jalalah.
7. Tidak memanjangkan ba’ lafadz (أكبر).
8. Hendaknya tidak men-tasydid ba’.
9. Hendaknya tidak menambahi wawu sukun atau berharakat di antara dua kalimat (takbir).
10. Hendaknya tidak menambahi wawu sebelum lafadz jalalah.
11. Hendaknya tidak berhenti antara dua kalimat takbir, baik berhenti lama maupun sebentar.
12. Hendaknya memperdengarkan dirinya sendiri semua huruf-huruf (kalimat takbir).
13. Telah masuk waktu dalam shalat yang memiliki waktu tertentu.
14. Mengerjakan takbir ketika dalam keadaan menghadap kiblat.
15. Hendaknya tidak merusak satu huruf dari huruf-hurut (kalimat takbir).
16. Mengakhirkan takbirnya makmum dari takbir imam.
Pembahasan
Telah dibahas sebelumnya bahwa disebut takbiratul ihram karena mengharamkan segala sesuatu yang sebelumnya halal dan boleh dikerjakan. Takbiratul ihram memiliki beberapa syarat yang harus terpenuhi. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, maka shalatnya tidak sah. Adapun syarat takbiratul ihram ada 16, yiatu:
1. Hendaknya terjadi (dikerjakan) ketika dalam keadaan berdiri di dalam shalat fardhu
Dalam shalat fardhu diwajibkan untuk berdiri
bagi yang mampu, sehingga dalam mengerjakan
takbiratul ihram disyaratkan harus ketika berdiri. Sedang dalam pelaksanaan shalat sunnah tidak
disyaratkan harus berdiri, sehingga dalam melaksanakan takbiratul ihram juga
tidak harus dalam keadaan berdiri tetapi disesuaikan dengan shalat yang
dilakukan. Jika dalam shalat sunnah dengan duduk maka takbiratul ihram
dilakukan dengan duduk juga, begitu juga ketika shalat sunnah dilakukan dengan
tidur miring.
Adapun orang yang tidak mampu berdiri dalam
shalat fardhu, maka takbiratul ihram dilakukan sesuai shalat yang dilakukan.
2. Hendaknya dengan bahasa arab
2. Hendaknya dengan bahasa arab
Dalam mengucapkan takbiratul ihram diwajibkan
untuk menggunakan bahasa arab. Seorang
yang mampu menggunakan bahasa arab dalam takbiratul ihram tidak diperbolehkan
menggunakan bahasa lain atau terjemahannya. Jika tetap menggunakan terjemah
maka shalatnya tidak sah.
Adapun orang yang tidak mampu mengucapkan
takbir menggunakan bahasa arab maka diterjemahkan dengan bahasa yang ia bisa.
Dan wajib baginya untuk belajar mengucapkan takbiratul ihram dengan bahasa
arab, begitu juga rukun-rukun shalat yang berupa bacaan seperti membaca
Al-Fatihah dan doa tasyahhud.
3. Hendaknya dengan lafadz jalalah (الله)
3. Hendaknya dengan lafadz jalalah (الله)
Tidak sah takbiratul ihram menggunakan selain
lafadz/kata (الله), seperti ‘الرحمن’ atau ‘الرحيم’.
4. (Hendaknya) dengan lafadz ‘Akbar’ (أكبر)
4. (Hendaknya) dengan lafadz ‘Akbar’ (أكبر)
Sehingga tidak sah takbir dengan selain
lafadz ‘اَكْبَر’ seperti ‘أَعْظَم’ atau ‘أَجَلُّ’.
5. Tertib antara dua lafadz (takbir)
5. Tertib antara dua lafadz (takbir)
Dalam mengucapkan kalimat takbir harus
berurutan antara lafadz ‘الله’ dan lafadz ‘اكبر’. Artinya harus mendahulukan lafadz ‘الله’ terlebih dahulu
kemudian lafadz ‘اكبر’. Sehingga tidak sah shalatnya jika kalimat takbir dibalik
seperti ‘اكبر الله’.
6. Hendaknya tidak memanjangkan hamzah lafadz jalalah
6. Hendaknya tidak memanjangkan hamzah lafadz jalalah
Dalam mengucapkan lafadz ‘الله’ tidak diperbolehkan
memanjangkan hamzahnya. Jika hamzah lafdz ‘الله’ dipanjangkan maka shalatnya tidak
sah. Hal ini dikarenakan huruf yang dibaca panjang merupakan dua huruf dan
hamzah pertama adalah hamzah istifham atau pertanyaan. Sehingga jika
lafadz ‘الله’ dipanjangkan maka arti dari kalimat ‘الله
اكبر’ adalah ‘apakah Allah
maha besar?’.
7. Tidak memanjangkan ba’ lafadz (أكبر)
7. Tidak memanjangkan ba’ lafadz (أكبر)
Sebagaimana tidak diperbolehkan memanjangkan
hamzah dari lafadz ‘الله’ maka tidak diperkenankan memanjangkan huruf ba’ (ب) dari lafadz ‘اكبر’. Sehingga tidak sah shalat seseorang yang
memanjangkan ba’ lafadz ‘اكبر’, baik hamzah lafadz ‘اكبر’ diharokati fathah ataupun kasroh.
Hal ini dikarenakan makna atau arti lafadz ‘اكبر’ ketika tidak dipanjangkan (pendek)
dan ketika dipanjangkan berbeda. Karena lafadz ‘اكبر’ ketika tidak dipanjangkan (pendek)
bermakna maha besar. Tetapi jika dipanjangkan artinya bukan lagi menjadi maha
besar. Arti ‘اَكْبَار’ jika hamzahnya difathah adalah bentuk jamak (banyak) dari ‘كَبَر’ artinya beduk, sedang
jika hamzahnya dikasroh maka artinya adalah salah satu nama dari beberapa nama
untuk haidh.
Seorang yang sengaja mengucapkan takbir
dengan memanjangkan ba’ lafadz ‘اكبر’ maka hukumnya murtadz/keluar dari
islam.
8. Hendaknya tidak men-tasydid ba’
8. Hendaknya tidak men-tasydid ba’
Tidak diperbolehkan dalam mengucapkan kalimat
takbir untuk men-tasydid ba’ lafadz ‘اكبر’ sebagaimana tidak diperbolehkan memanjangkannya.
Men-tasydid huruf ba’ dari lafadz ‘اكبر’ bisa terjadi jika huruf kaf pada
lafadz tersebut tidak disukun atau berharakat. Jika men-tasydid huruf ba’ maka
shalatnya tidak sah.
9. Hendaknya tidak menambahi wawu sukun atau berharakat di antara dua kalimat (takbir)
9. Hendaknya tidak menambahi wawu sukun atau berharakat di antara dua kalimat (takbir)
Tidak diperbolehkan dalam mengucapkan kalimat
takbir untuk menambahi huruf wawu. Baik wawu tersebut sukun seperti ‘اَللّهُوْ اَكْبَر’atau
berharakat seperti ‘اللهُ وَ اكْبَر’. Jika mengucapkan takbir dengan menambahi wawu maka shalatnya
tidak sah.
10. Hendaknya tidak menambahi wawu sebelum lafadz jalalah
10. Hendaknya tidak menambahi wawu sebelum lafadz jalalah
Dalam mengucapkan kalimat takbir tidak
diperbolehkan menambahi huruf wawu ‘و’ sebelum lafadz ‘الله’. Jika menambahi wawu
sebelum lafadz jalalah maka shalatnya tidak sah.
11. Hendaknya tidak berhenti antara dua kalimat takbir, baik berhenti lama maupun sebentar
11. Hendaknya tidak berhenti antara dua kalimat takbir, baik berhenti lama maupun sebentar
Ketika mengucapkan kalimat takbir maka tidak
diperbolehkan berhenti diantara dua kalimat tersebut. Baik berhenti yang lama
ataupun sebentar dengan tujuan memutus kalimat takbir. Sehingga jika
mengucapkan takbir dengan berhenti yang lama atau berhenti sebentar dengan
tujuan untuk memutus bacaan takbir maka shalatnya tidak sah.
Adapun berhenti sebentar tanpa ada tujuan
memutus kalimat takbir, seperti berhenti untuk bernafas, menambah ال pada lafadz ‘اكبر’ sehingga menjadi ‘الاكبر’ atau
menambah dua sifat Allah diantara kalimat takbir, seperti menambah ‘الرحمن’ dan ‘الرحيم’
sehingga kalimat takbir menjadi (الله
الرحمن الرحيم اكبر), maka
tetap dihukumi sah takbirnya sehingga shalatnya juga sah.
12. Hendaknya memperdengarkan dirinya sendiri semua huruf-huruf (kalimat takbir)
12. Hendaknya memperdengarkan dirinya sendiri semua huruf-huruf (kalimat takbir)
Takbiratul ihram bisa sah jika seorang yang
takbir minimal bisa mendengar bacaan takbir dirinya sendiri. Sekiranya dirinya
bisa mendengarkan semua huruf-huruf dari kalimat takbir. Sehingga takbiratul
ihram belum dikatakan sah jika dirinya belum bisa mendengarkan bacaan takbir.
Adapun orang yang bisu disebabkan karena suatu
hal, meskipun tidak bisa mendengarkan bacaan kalimat takbir dirinya sendiri,
maka wajib untuk menggerakan lidah, bibir dan langit-langit mulut untuk
menggucapkan takbir. Begitu juga wajib menggerakannya ketika membaca
Al-Fatihah, tasyahhud dan salam. Adapun seorang yang terlahir dalam keadaan
bisu maka tidak diwajibkan menggerakan bibir dan lisannya.
13. Telah masuk waktu dalam shalat yang memiliki waktu tertentu
13. Telah masuk waktu dalam shalat yang memiliki waktu tertentu
Diantara berbagai macam shalat; fardhu maupun
sunnah, memiliki waktu dan sebab tertentu dalam mengerjakannya. Sehingga tidak
sah shalat-shalat tersebut jika dilakukan sebelum masuk waktunya atau sebelum
terjadinya sebab yang memperbolehkan untuk mengerjakan shalat tertentu.
Takbiratul ihram adalah termasuk rukun setiap
shalat. Artinya takbiratul ihram adalah bagian dari pengerjaan shalat tersebut.
Sehingga wajib mengucapkan takbiratul ihram setelah masuk waktu. Jika
takbiratul ihram dilakukan sebelum masuknya waktu atau sebelum terjadinya
sebab, maka shalatnya tidak sah. Hal ini dikarenakan jika tekbiratul ihram
dilakukan sebelum tiba waktunya maka sama saja melakukan shalat sebelum waktu
yang telah ditentukan.
14. Mengerjakan takbir ketika dalam keadaan menghadap kiblat
14. Mengerjakan takbir ketika dalam keadaan menghadap kiblat
Telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya
bahwa diantara syarat sah shalat adalah menghadap kiblat. Sehingga takbiratul
ihram harus dilakukan setelah menghadap kiblat kecuali beberapa gambaran shalat
yang diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat.
15. Hendaknya tidak merusak satu huruf dari huruf-hurut (kalimat takbir)
15. Hendaknya tidak merusak satu huruf dari huruf-hurut (kalimat takbir)
Seorang yang mengucapkan takbiratul ihram
tidak boleh untuk merusak atau mengganti huruf-huruf takbiratul ihram.
16. Mengakhirkan takbirnya makmum dari takbir imam
16. Mengakhirkan takbirnya makmum dari takbir imam
Seorang yang menjadi makmum, maka diharuskan
untuk mengakhirkan takbiratul ihramnya dari imam. Tidak diperbolehkan mendahului
takbiratul ihram imam ataupun membarengi sebagian dari takbiratul ihram imam.
Jika seorang makmum membarengi sebagian dari
bacaan takbiratul ihram imam, maka tidak sah menjadi makmum dan tidak sah pula
shalatnya.
و الله اعلم
ijin print gus..
BalasHapusjazakallah khairon..
Sip
BalasHapusIsi copy pak ustadz
BalasHapusشكرا استاذ
BalasHapusTerimakasih.. sangat membantu
BalasHapusBarakallah buat admin
BalasHapusMakasih min.. barokallah :)
BalasHapusSyukron katsir. 🙏
BalasHapusSiiip matur suwun
BalasHapusIjin niru niru
Hapus